
JAKARTA, Senin 7 Juli 2025 – Praktek persaingan usaha tidak sehat kerap terjadi di Indonesia. Saat ini saja, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI tengah mengusut kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol).
Konon, sejumlah besar penyelenggara pinjol diduga menetapkan suku bunga pinjaman yang tidak independen, melainkan berdasarkan kesepakatan internal yang dibuat oleh asosiasi industri. Bunga pinjol yang ditetapkan sebesar 0,8% per hari yang dirubah menjadi 0,4% di 2021.
Praktek kartel atau monopoli tentu menjadikan persaingan usaha yang tidak sehat di republik ini. Lantas, bagaimana seharusnya pengusaha menjalankan bisnisnya?
Pakar hukum Dr. H. Sutrisno, SH., M.Hum., mengatakan, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat menjadi dasar bagi pengusaha untuk mewujudkan keadilan dalam berusaha.
“Bila merujuk pada regulasi tersebut, maka pengusaha tidak akan melakukan monopoli dalam berusaha dengan pengusaha pesaingnya, baik dalam menentukan harga, produksi dan penentuan wilayah penjualan. Sehingga bagi setiap pengusaha, khususnya pengusaha kecil dan menengah dapat ikut terlibat dalam produk tertentu,” kata Sutrisno.
Monopoli dalam berusaha, lanjutnya, hanya akan mematikan kesempatan pihak lain untuk berusaha. Padahal, ada ruang-ruang yang terbuka lebar bagi siapapun yang ingin berbisnis.
Dijelaskannya, prinsip keadilan berusaha harus menjadi pegangan tiap pengusaha. Yang menjadi acuan adalah Pembukaan UUD ‘45 dan sesuai dengan demokrasi ekonomi dan sila kelima Pancasila yakni, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Artinya, tidak boleh ada diskriminasi dalam menjalankan usaha.
Dirinya mengakui, saat ini dalam prakteknya, di Indonesia telah mengarah menggunakan sistem ekonomi kapitalisme dengan ekonomi pasar bebas, di mana bagi pengusaha yang bermodal besar akan menguasai pasar.
Akan tetapi, sambung Wakil Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini, praktek monopoli tetap dilarang. Itu semata untuk memberikan kesempatan, termasuk bagi UMKM untuk bisa berkembang. Karena bila murni dilakukan monopoli, maka dipastikan UMKM akan tergerus.
Lebih jauh Sutrisno mengatakan, pada banyak kasus monopoli, termasuk pada kasus bunga pinjol, sepanjang menimbulkan kerugian bagi masyarakat, artinya pelaku usaha tersebut telah melakukan praktek bisnis dengan itikad tidak baik.
Selain itu, meski masyarakat tidak keberatan, namun bila ada ketidaksesuaian dengan tingkat pemberian suku bunga yang layak, itu pun masuk kategori itikad tidak baik dari pelaku usaha.
“Seorang pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya harus didasari dengan itikad yang baik,” tegas Ketua Umum DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) masa bakti 2015-2022 ini.
Sutrisno juga mengkritisi banyak praktek kartel di Indonesia yang dilakukan oleh pelaku usaha asing dan berdampak merugikan bagi konsumen dan pengusaha kecil serta menengah karena tidak bisa bersaing dan tidak dapat masuk dalam perdagangan karena harga dikuasai oleh satu pelaku usaha bersama pelaku pesaingnya.
Dirinya mengusulkan agar UU No 5 tahun 1999 dirubah metode dari rule of reason kepada per se ilegal, sehingga akan memberikan kesempatan bagi pengusaha lokal untuk dapat bersaing dengan pengusaha asing.
Dia juga meminta pemerintah untuk tegas dengan praktek-praktek kartel yang bisa menghambat pertumbuhan usaha lokal.
“Dengan menerapkan larangan praktek kartel, saya yakin, usaha-usaha lokal akan bertumbuh dan menjadi maju karena cukup terbuka ruang-ruang untuk mengembangkan bisnisnya,” pungkas Sutrisno.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News